Bersabarlah dalam Mengarungi Lautan


Tidak seperti dahulu, kesabaran pasangan suami istri dalam mengarungi biduk rumah tangga sekarang mudah goyah dan patah. Rekor-rekor pecahnya kapal dalam rumah tangga semakin cepat. Entah kadang saya heran, kenapa kakek nenek, ibu bapak kita lebih langgeng pernikahannya. Padahal banyak yang mengenal setelah dinikahkan. Tidak ada pacaran (katanya mbah2 dulu gitu sih). Tidak ada pendalaman bahkan pendalaman yang kebablasan (sex before married). Witing tresno jalaran soko kulino (Cinta tumbuh karena seringnya bersama). Tidak seperti artis, hari nikah besok sudah cerai, tetap klo dulu matilah perpisahan mereka didunia…harapan mereka donya ikut, swargo katot (dunia ikut, surga ikut juga). Kuncinya apa….?

1. Bersabar akan kekurangan pasangan
Saya mengenal para orang tua dahulu…dia mempunyai seorang pasangan penjudi, memukul istri dll….premanlah tepatnya, hingga anaknya SMA baru dia sadar dari hal tersebut…Ternyata si istri selalu sabar dan mendoakan si suami. Dhuha, tahajud, puasa sunnah menjadi senjata…alhamdulillah.

“…. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (QS. An-Nisa’ [4]: 19)

“Orang muslim jika dia bergaul dengan manusia dan bersabar atas gangguannya, maka dia lebih baik daripada orang muslim yang tidak mau bergaul dengan manusia dan tidak bersabar atas gangguannya.” (HR. Tirmidzi: 2431, dishohihkan oleh al-Albani; lihat Shohihul Jami’: 6651)

Allah menjanjikan ganti pahala yang besar bagi siapa saja dari hamba-Nya yang mampu bersabar. Oleh karenanya tidak ada cara lain selain kita harus terus meningkatkan kualitas diri dan belajar menjadi orang yang sabar.

Apakah sabar ada batasnya….sabar tidak ada batasnya…bersabarlah terus hingga Allah menurunkan kemudahan bagi kita. Amin.

2. Menghiasi dengan Akhlaq Mulia
Menjadi suami/istri yang selalu membahagiakan dan tidak membosankan pasangan, Rasulullah Sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

“Hal terbaik bagi seorang mukmin setelah ketaqwaan pada Allah SWT adalah (memiliki) seorang istri solehah, yaitu yang patuh jika disuruh, menyenangkan bila dipandang, membenarkan jika suami bersumpah atasnya, dan pandai menjaga diri dan harta jika suami tidak ada.”(H.R.Thabrani dari Abdullah bin Salam)

Sesungguhnya kunci utamanya adalah menghiasi diri dengan akhlaq yang mulia. Karena akhlaq yang mulia inilah yang akan melahirkan sikap dan perilaku seseorang menjadi indah. Dengan modal akhlaq ini pula anda bersedia untuk memberikan yang terbaik buat pasangan; dalam cara bersikap, bertutur kata serta berbagai bentuk pelayanan yang lain. Tanpa hiasan akhlaq, maka segala bentuk pelayan fisik hanya menjadi kepura-puraan belaka.

3. Kenalilah pasangan lebih dalam
Suatu ketika ada seorang ummahat yang mengeluh kepada istri Ust. Mohammad Fauzil Adzim bahwa sekalipun telah dikarunia 2 orang anak, dia sama sekali merasa belum benar-benar mengenal suaminya. (diceritakan dalam buku Saatnya untuk menikah). Menarik sekali saran beliau, “Berusahalah untuk mengenal pasanganmu secara terus menerus. Jangan pernah merasa sudah mengenal, padahal masih banyak yang belum kamu ketahui tentang pasanganmu”.

Kita dan pasangan kita memiliki sejarah hidup yang berbada, pengalaman hidup yang berbeda dan penghayatan hidup yang berbeda pula atas setiap peristiwa sekalipun untuk peristiwa yang sama. Karena itu, kita tidak bisa mengenalnya kecuali melalui pergaulan yang betul-betul dekat selama bertahun-tahun dan itu hanya bisa dilakukan melalui pernikahan. Bersikap apa adanya, mengetahui apa adanya dan tidak ada ruang untuk berpura-pura kecuali jika karakternya memang demikian.

4. Jangan mengadu pada manusia, mengadulah pada Allah
Setiap rumah tangga punya rahasia, tidaklah layak rahasia itu diumbar-umbar ke khalayak umum. Apabila mencari penengah carilah yang mampu menjaga rahasia dan orang yang alim di bidangnya. Dan jangan lupa mengadulah pada Allah.

5. Tidak bosan untuk mengajak kembali ke Allah
Tidak akan bahagia, sekaya apapun sebuah rumah tangga tanpa diimbangi ruhiyah yang kuat. Kaya dunia miskin ruhani. Kering, karena makanan hati adalah beribadah. Selalu isi rumah tangga dengan selalu mendekat pada Allah. Sekali kali ajak pasangan pergi ke pengajian umum bersama. Jangan hanya ke Mall aja bersama hehehehe…..piss….

Sebagai penutup layaklah saya bawakan kisah lama….

Pada zaman Khalifah Al-Manshur, salah seorang menterinya, Al-Ashma’i, melakukan perburuan. Karena terlalu asyik mengejar hewan buruan, ia terpisah dari kelompoknya dan tersesat di tengah padang sahara.

Ketika rasa haus mulai mencekiknya, di kejauhan ia melihat sebuah kemah. Terasing dan sendirian. Ia memacu kudanya ke arah sana dan menemukan penghuni yang memukau: wanita muda dan jelita. Ia meminta air. Wanita itu berkata, “Ada air sedikit, tetapi aku persiapkan hanya untuk suamiku. Ada sisa minumanku. Kalau engkau mau, ambillah”.

Tiba-tiba wajah wanita itu tampak siaga. Ia memandang kepulan debu dari kejauhan. “Suamiku datang,” katanya. Wanita itu kemudian menyiapkan air minum dan kain pembersih. Lelaki yang datang itu lebih mudah disebut “bekas manusia”. Seorang tua yang jelek dan menakutkan. Mulutnya tidak henti-hentinya menghardik istrinya. Tidak satu pun perkataan keluar dari mulut perempuan itu. Ia membersihkan kaki suaminya, menyerahkan minuman dengan khidmat, dan menuntunnya dengan mesra masuk ke kemah.

Sebelum pergi, Al-Ashma’i bertanya, “Engkau muda, cantik, dan setia. Kombinasi yang jarang sekali terjadi. Mengapa engkau korbankan dirimu untuk melayani lelaki tua yang berakhlak buruk”.

Jawaban perempuan itu mengejutkan Al-Ashma’i, “Rasulullah bersabda, agama itu terdiri dari dua bagian: syukur dan sabar. Aku bersyukur karena Allah telah menganugerahkan kepadaku kemudaan, kecantikan, dan perlindungan. Ia membimbingku untuk berakhlak baik. Aku telah melaksanakan setengah agamaku.

Karena itu, aku ingin melengkapi agamaku dengan setengahnya lagi, yakni bersabar.”

Ketika layar terkembang
Kapalpun melaju ke lautan
Jaga tiang agar tetap terpancang
Walau ombak mengguncang
Walau badai menerjang
Kita harus sampai ke tujuan
Pulau impian…
Hadiah dari tuhan

sama-sama belajar mendidik pasangan….bukan paling pinter…okey

5 thoughts on “Bersabarlah dalam Mengarungi Lautan

  1. Kenapa ya? Seperti di sentil saja Kang…apalagi baca kisahnya…”sabar” sebuah kata yg mudah diucapkan tp sulit buat dilakukan…maklum teteh mah suka ndak sabaran…he..he..apalagi jika meminjam kata2 nya al-Junayd ttg arti sabar “meneguk kepahitan tanpa wajah cemberut.” adduuuhh lg deh..Terlepas dr sabar nih Kang, saya setuju pisan, hitungan umur pernikahan tdk menjamin kita sudah mengenalnya, proses belajar mengenal dan memahami akan berlangsung selamanya. Ada terucap “ternyata saya blm mengenalnya meski tlh belasan thn bersamanya” Komunikasi yg terbuka dan jujur pun penting, ini yg saya rasakan, tanpa komunikasi yg baik, mana mungkin kita mengenalnya….dan sebaliknya. Punten ah kalau terkesan menggurui…hatur nuhun sudah berbagi..:)

    Like

  2. rhedina said: Kenapa ya? Seperti di sentil saja Kang…apalagi baca kisahnya…”sabar” sebuah kata yg mudah diucapkan tp sulit buat dilakukan…maklum teteh mah suka ndak sabaran…he..he..apalagi jika meminjam kata2 nya al-Junayd ttg arti sabar “meneguk kepahitan tanpa wajah cemberut.” adduuuhh lg deh..Terlepas dr sabar nih Kang, saya setuju pisan, hitungan umur pernikahan tdk menjamin kita sudah mengenalnya, proses belajar mengenal dan memahami akan berlangsung selamanya. Ada terucap “ternyata saya blm mengenalnya meski tlh belasan thn bersamanya” Komunikasi yg terbuka dan jujur pun penting, ini yg saya rasakan, tanpa komunikasi yg baik, mana mungkin kita mengenalnya….dan sebaliknya. Punten ah kalau terkesan menggurui…hatur nuhun sudah berbagi..:)

    yah…abdi mah…seneng pisan…hehehemaklum baru nikah 9 tahun…tentu teteh lebih layak saya timba ilmunya…trima kasih teh…

    Like

  3. rhedina said: Kenapa ya? Seperti di sentil saja Kang…apalagi baca kisahnya…”sabar” sebuah kata yg mudah diucapkan tp sulit buat dilakukan…maklum teteh mah suka ndak sabaran…he..he..apalagi jika meminjam kata2 nya al-Junayd ttg arti sabar “meneguk kepahitan tanpa wajah cemberut.” adduuuhh lg deh..Terlepas dr sabar nih Kang, saya setuju pisan, hitungan umur pernikahan tdk menjamin kita sudah mengenalnya, proses belajar mengenal dan memahami akan berlangsung selamanya. Ada terucap “ternyata saya blm mengenalnya meski tlh belasan thn bersamanya” Komunikasi yg terbuka dan jujur pun penting, ini yg saya rasakan, tanpa komunikasi yg baik, mana mungkin kita mengenalnya….dan sebaliknya. Punten ah kalau terkesan menggurui…hatur nuhun sudah berbagi..:)

    Bang Navre likes this.

    Like

Leave a comment