Tag Archive | orang

Metode Pendidikan Anak Dalam Kandungan


Mendidik anak dalam kandungan bukan berarti mendidik anak tersebut agar pandai terhadap apa yang diajarkan oleh orang tuanya. Melainkan sekadar memberikan stimulus yang diproses secara edukatif kepada anak dalam kandungan melalui ibunya.
Dr. Baihaqi menjelaskan bahwa hakikat metode mendidik anak dalam kandungan adalah dengan cara sederhana, yaitu dengan memberikan stimulasi atau sensasi. Cara sederhana ini kemudian diangkat menjadi metode yang dipikir, disusun dan diarahkan melalui pembinaan lingkungan edukatif yang islami untuk ibunya, ayahnya dan sekaligus (anggota) keluarga—inti—yang lainnya. Rangsangan-rangsangan dengan metode tersebut pada akhirnya diharapkan dapat memicu respons atau sensasi balik dari anak dalam kandungannya.
Berikut ini, ada beberapa metode mendidik anak dalam kandungan yang sudah diaplikasikan dalam tatanan budaya kaum muslimin dan mukminin masa lampau. Dan, hasil yang diperoleh dari praktek pendidikan mereka cukup menggembirakan, antara lain sebagai berikut.
1. Metode Doa
Doa merupakan insrtumen yang sangat ampuh untuk mengantarkan kesuksesan sebuah perbuatan. Hal ini dikarenakan segala sesuatu upaya pada akhirnya hanya Allahlah yang berhak menentukan hasilnya. Bagi seorang muslim, berdoa berarti senantiasa menumbuhkan semangat dan optimisme untuk meraih cita-cita dan pada saat yang bersamaan membuka pintu hati untuk menggantungkan sepenuh hati akan sebuah akhir yang baik di sisi Allah. Dengan doa seseorang tidak saja akan terobsesi dan tersugesti dengan doanya, melainkan juga akan termotivasi menjadi seorang yang kuat, penuh optimistis dan memiliki harapan yang pasti, dan mampu melakukan aktivitas-aktivitas yang baik. Doa telah ditegaskan dalam sebuah hadits Nabawiyyah sebagai senjata bagi orang-orang yang beriman, ad-du’a shilaahul mu’minin.
Oleh karena itu, adalah relevan sekali bila doa ini dijadikan metode utama mendidik anak dalam kandungan. Para nabi dan orang-orang saleh terdahulu banyak melakukan metode doa ini, seperti Nabi Ibrahim a.s. (ash-Shaffaat: 100 dan al-Furqaan: 74), keluarga Imran (Ali Imran: 38), Nabi Zakariya a.s. (al-Anbiyaa’: 89 dan Maryam: 5), Nabi Nuh a.s. (Nuh: 28), dan lain-lainnya. Metode doa ini dilakukan pada semua tahapan, tahap zigot, embrio, dan fetus. Dan, untuk tahapan fetus ada beberapa tambahan, yaitu saat si anak berada dalam kandungan hendaknya diikut sertakan melakukan berdoa secara bersama-sama dengan ibunya atau ayahnya.
2. Metode Ibadah
Segala bentuk ibadah, mahdhah dan ghair mahdhah, wajib dan sunnah, seperti ibadah shalat, shaum (puasa), haji, zakat, dan lain-lainnya dapat dijadikan metode untuk mendidik anak dalam kandungan. Besar sekali pengaruh yang dilakukan ibu dengan melakukan metode-metode ibadah ini bagi anak dalam kandungannya, selain melatih kebiasaan-kebiasaan aplikasi kegiatan ibadah, juga akan menguatkan mental, spiritual, dan keimanan anak setelah nanti lahir, tumbuh, dan berkembang dewasa. Hal ini terbukti, misalnya dalam tradisi masyarakat primitif, mereka seringkali melakukan acara-acara ritual dalam rangka menyambut kehamilan putrinya, dengan berbagai aktivitas ritual, menyanyi, menari, dan upacara-upacara lainnya. Kemudian, bila anak dalam kandungan telah lahir, maka anak tersebut menjadi sensitif dan terlatih (peka) dan sangat menyukai ragam aktivitas tersebut, di mana anak-anak tersebut telah mengalami kegiatan ritual tersebut sebelumnya, sewaktu ia masih dalam kandungan ibunya.Menerapkan metode ini tidak terlalu sulit, hanya saja si ibu harus lebih kreatif, inovatif, dan sungguh-sungguh rela mengikutsertakan segala aktivitas ibadahnya dan anak dalam kandungannya secara bersama-sama, dengan suatu teknik kombinasi yang merangkaikan antara ucapan, sensasi, dan perbuatan konkret si ibu. Menjalankan program pendidikan dengan metode ini, hendaknya disesuaikan dengan tingkatan perkembangan anak dalam kandungan. Ada tiga tahapan, antara lain sebagai berikut.
Pada periode pembentukan zigot, yaitu melakukan shalat hajat dan zikir serta dihubungkan dengan doa-doa tertentu.
Pada periode pembentukan embrio, yaitu sama dengan tahapan pertama.
Pada periode fetus, periode inilah yang lebih konkret. Artinya, segala aktivitas ibadah si ibu harus menggabungkan diri dengan anak dalam kandungannya. Misalnya, si ibu akan melakukan shalat magrib. Kemudian si ibu berkata, “Hai Nak … mari kita shalat!” sambil mengajak dan menepuk atau mengusap-usap perutnya.
3. Metode Membaca dan Menghafal
a. Metode Membaca
Membaca merupakan salah satu cara yang paling utama untuk memperoleh berbagai informasi penting dan ilmu pengetahuan. Anak dalam kandungan pada usia 20 minggu (5 bulan) lebih sudah bisa menyerap informasi melalui pengalaman-pengalaman stimulasi atau sensasi yang diberikan ibunya. Namun demikian, tingkatannya masih sangat mendasar dan sederhana. Jika dikatakan kepada anak dalam kandungan sebuah kata “tepuk”, sambil melakukan sensasi kepadanya, maka ia akan mampu mendengarkan dan menyerap informasi tersebut dengan tingkat penerimaan bunyi “t-e-p-u- dan –k”.
Dengan demikian, bila si ibu membacakan suatu informasi ilmu pengetahuan dengan niat ibadah yang dilanjutkan dengan mengeraskan volume suara sebenarnya, secara sadar si ibu telah melakukan pengkondisian untuk anak dalam kandungannya terlibat. Terlebih lagi bila si ibu memahami segala yang dibacanya, mengekspresikan bacaan tersebut dengan intonasi yang khas sesuai dengan alur cerita, maka sudah barang tentu si anak dalam kandungan hanya akan terangsang pada kondisi ilmiah tersebut. Sungguh aktivitas ini pun akan menjadi kegiatan yang penuh kehangatan sekaligus menyenangkan bagi hubungan ibu dan anak.
b. Metode Menghafal
Metode ini secara teknis sama dengan metode membaca. Letak perbedaanya hanyalah pada konsentrasi bidang bacaan atau bidang studi yang ditekuni dan dihafal. Jika si Ibu hendak menghafal suatu bidang ilmu, hendaklah ia mengulang-ulang bacaannya hingga hafal betul. Cara yang menghafal yang lainnya bisa juga dilakukan dengan bantuan visualisasi kata yang akan di hafal, bisa juga dengan gerakan yang membantu mengingat kata tersebut atau dengan benda yang dapat membantu mengingatkan si ibu kata tersebut sambil tetap melibatkan bayi dalam kandungannya. Misalnya, “Nak, mari kita menghafal Al-Qur?an”, si ibu lalu menepuk perutnya dan langsung membacakan ayat-ayat Al-Qur?an dengan berulang-ulang kali hingga hafal betul. Tentunya, praktek ini telah didahului dengan niat melaksanakan aktivitas (menghafalnya) bersama-sama antara si ibu dan bayinya, hingga kelak nanti si anak akan sama terlibat mendapatkan kemampuan menghafal seperti ibunya.
4. Metode Zikir
Zikir adalah aktivitas sadar pada setiap waktu atau sewaktu-waktu. Aktivitas ini suatu yang wajib bagi setiap orang-orang mukmin, yang berpegang teguh pada tali agama Allah. Oleh karena itu, seorang ibu (muslimah) sebaiknya memasukkan kegiatan ini dalam agenda program pendidikan anak dalam kandungannya. Sebagaimana kita ketahui, metode zikir itu sendiri dapat berupa zikir dalam arti umum atau khusus.
Zikir umum berarti ia waspada dan ingat bahwa ia berstatus sebagai hamba Allah di mana setiap kegiatannya tiada lain adalah pengabdian diri kepada Allah semata dalam keseluruhan waktunya. Ia senantiasa menumbuhkan kesadaran untuk menyandarkan hidup dan kehidupannya dalam naungan Allah, menolak segala hal yang bukan dari pemberian Allah swt.. Termasuk di dalamnya adalah penolakan dalam hal melakukan tindakan yang menyimpang dari jalan Allah swt.. Dengan bekal kesadaran semacam ini, si ibu hamil akan berupaya keras untuk melibatkan anak dalam kandungannya secara terus-menerus sepanjang ia terjaga.
Kemudian zikir secara khusus berarti ia melakukan zikir khusus, seperti dengan lafal-lafal khusus, tahmid, tahlil, takbir, doa-doa istighatsah, istighfar, dan zikir-zikir lainnya yang dilakukan sewaktu-waktu sesuai dengan kondisi yang menyertainya. Cara melakukan dengan metode ini sangat mudah, yaitu tatkala sadar, ingat, dan berzikir kepada Allah swt., usaplah perut si ibu sambil mengatakan kepada anak dalam kandungannya, “Nak, mari berzikir.… Subhanallah wal hamdu lillah wala illahaillah wallahu Akbar! Atau membacakan kalimat-kalimat thayyibah lainnya sambil terus melibatkan aktivitas zikir tersebut dengan anak dalam kandungannya.
5. Metode Instruktif
Metode ini dimaksudkan tidak saja menyuruh menginstruksi anak dalam kandungan melakukan aktivitas sebagaimana yang diserukan, tetapi juga untuk memberi instruksi kepada bayi melakukan sesuatu perbuatan yang lebih kreatif dan mandiri. Metode ini sangat bagus sekali, terutama untuk memberikan tekanan pada anak dalam kandungan untuk lebih aktif dan kreatif, bahkan mampu melakukan tindakan-tindakan instruktif lainnya penuh dengan ketaatan terhadap orang tuanya. Metode ini bersifat luwes, bisa digunakan ke berbagai langkah pendidikan dan bagi si ibu lebih mudah untuk menggunakan metode ini.
6. Metode Dialog
Metode ini bisa disebut sebagai metode interaktif antara anak dalam kandungan dan orang-orang di luar rahim, seperti ibu, ayah, saudara-saudara bayi, dan atau anggota keluarga lainnya. Dengan metode ini, diharapkan seluruh unsur anggota keluarga dapat dilibatkan untuk melakukan interaksi, yakni menjalin dan mengajak berkomunikasi secara dialogis dengan anak dalam kandungannya. Metode ini sangat bermanfaat sekali bagi sang bayi, karena selain dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik dan saling mengenal dengan mereka yang ada di luar rahim. Jauh lebih dari itu, sang bayi akan tumbuh dan berkembang akan menjadi anak yang penuh percaya diri dan merasakan pertalian rasa cinta, kasih dan sayang dengan mereka.
7. Metode Aktivitas Bersama
Metode ini dimaksudkan sebagai suatu cara di mana si ibu setiap langkah dan tindakannya hendaklah mengikutsertakan dan megajak anak dalam kandungan bersama-sama untuk beraktivitas juga. Misalnya saja, seperti apa yang ucapkan si ibu kepada bayinya, sambil si ibu melakukan tindakan-tindakan normal alamiah.
Metode aktivitas bersama ini menekankan pada kegiatan yang mengajak anak dalam kandungan sesuai dengan kata-kata yang dikondisikan dengan kegiatan alamiah ibunya, kemudian secara bersama-sama (ibu dan bayi pralahir) melakukan perbuatan yang dilakukan ibunya, seperti amal saleh, ibadah-ibadah, atau aktivitas lainnya.
Metode ini lebih fleksibel dan efektif, bahkan lebih mudah diterapkan di setiap keadaan dan waktu, terutama bagi seorang ibu muslimah penggunaan metode ini sangat praktis dan efisien. Yakni apa saja yang dilakukan oleh si ibu muslimah bisa menautkan aktivitasnya kepada bayinya, sambil mengajaknya bersama-sama berbuat. Tentu saja ucapan dan ajakan tersebut bukan hal sia-sia, melainkan lebih bersifat edukatif, bernuansa orientatif lingkungan yang baik dan bermanfaat serta menguatkan sendi-sendi tauhidiyah dan syar’iyah, seperti ajakan ibadah shalat, qira’atul qur’an, wudhu, bersedekah, sillaturrahim, belanja, memasak, tidur istirahat, berjalan-jalan santai, dan lain-lain.
8. Metode Bermain dan Bernyanyi
Anak dalam kandungan sering kali melakukan aksi positif, seperti menendang-nendang atau berputar-putar di sekitar perut ibunya. Keadaan ini menunjukkan bahwa ia tidak saja melakukan aksi, akan tetapi ia juga ingin aksinya itu mendapat sambutan, jawaban, respons dari luar rahim, yakni dari ibu atau ayahnya bahkan dari anggota keluarga lainnya. Jika dimanfaatkan untuk melakukan interaksi yang lebih harmonis, lebih baik dengan melakukan permainan-permainan edukatif, yang bersifat menghibur.
Hal ini selain memberikan manfaat agar si anak dalam kandungan terhibur juga akan menambah erat jalinan hubungan yang indah antara orang-orang yang berada di luar rahim si ibu dan anak dalam kandungannya. Dan, ia akan merasa nyaman dan tenang. Sebab, pada umumnya anak-anak akan merasa tenang dan nyaman bila diberi sentuhan-sentuhan yang menyenangkan dan mengembirakan.
Metode ini cukup dilakukan sederhana saja, seperti langkah-langkah berikut ini. Ketika anak dalam kandungan mulai menendang perut atau berputar-putar di sekitar perut, maka si ibu hendaknya menyambut dengan kata-kata yang manis penuh kasih sayang. Misalnya, “Adik sayang, ada apa Nak?
Mari bermain-main dengan ibu,” sambil ibu menepuk perut atau membalas tepat di sekitar tendangan bayi tersebut, sambil katakan sesuatu perkataan manis, atau paling tidak bahasa tertawa, tersenyum, riang, dan bahagia. Kemudian tepuk atau tekan lagi dengan lembut perut ibu dengan satu tangan di tempat bayi menendang, kemudian tepuk sebentar hingga ia balik menendang. Lakukan beberapa kali hingga ia berhenti menendang perut si ibu. Kemudian, si ibu hendaklah mengakhiri permainan ini dengan memberikan alunan suara merdu, berupa lagu-lagu indah, syair-syair yang bernuansa riang–gembira hingga si bayi betul-betul tertidur atau tidak menendang lagi.
9. Metode Kondusif Alamiah
Setiap gejala alamiah, seperti perubahan cuaca dingin, panas, terang, gelap gulita, suara gemuruh ombak, petir, dan suara-suara radikal keras lainnya, merupakan kondisi alam yang dapat dijadikan suatu cara edukasi untuk pendidikan anak dalam kandungan. Metode ini dimaksudkan untuk mengenalkan suasana dan kondisi alam yang berubah-ubah yang tujuannya agar si anak dalam kandungan tidak terkejut oleh perubahan-perubahan yang terjadi karena ia telah mengenal dan merasakan suasana-suasana tersebut dengan kondisi sikap yang tenang.

7 Ciri ‘Sok Tahu’


‘Sok tahu’ pada dasarnya adalah “merasa sudah cukup berpengetahuan” padahal sebenarnya kurang tahu. Masalahnya, orang yang sok tahu biasanya tidak menyadarinya. Lantas, bagaimana kita tahu bahwa kita ‘sok tahu’? Mari kita mengambil hikmah dari Al-Qur’an. Ada beberapa ciri ‘sok tahu’ yang bisa kita dapatkan bila kita menggunakan perspektif surat al-‘Alaq.

430289_10150582670563757_4038570_n

1. Enggan Membaca
Ketika disuruh malaikat Jibril, “Bacalah!”, Rasulullah Saw. menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” Lalu malaikat Jibril menyampaikan lima ayat pertama yang memotivasi beliau untuk optimis. Adapun orang yang ‘sok tahu’ pesimis akan kemampuannya. Sebelum berusaha semaksimal mungkin, ia lebih dulu berdalih, “Ngapain baca-baca teori. Mahamin aja sulitnya minta ampun. Yang penting prakteknya ‘kan?” Padahal, Allah pencipta kita itu Maha Pemurah. Ia mengajarkan kepada kita apa saja yang tidak kita ketahui.

Disisi lain, ada pula orang Islam yang terlalu optimis dengan pengetahuannya, sehingga enggan memperdalam. Katanya, misalnya, “Ngapain baca-baca Qur’an lagi. Toh udah khatam 7 kali. Mending buat kegiatan lain aja.” Padahal, Al-Qur’an adalah sumber dari segala sumber ilmu, sumber ‘cahaya’ yang tiada habis-habisnya menerangi kehidupan dunia. Katanya, misalnya lagi, “Ngapain belajar ilmu agama lagi, toh sejak SD hingga tamat kuliah udah diajarin terus.” Padahal, ‘ilmu agama’ adalah ilmu kehidupan dunia-akhirat.

2. Enggan Menulis
Orang yang sok tahu terlalu mengandalkan kemampuannya dalam mengingat-ingat dan menghafal pengetahuan atau ilmu yang diperolehnya. Ia enggan mencatat. “Ngerepotin,” katanya. Seolah-olah, otaknya adalah almari baja yang isinya takkan hilang. Padahal, sifat lupa merupakan bagian dari ciri manusia. Orang yang sok tahu enggan mencatat setiap membaca, menyimak khutbah, kuliah, ceramah, dan sebagainya. Padahal, Allah telah mengajarkan penggunaan pena kepada manusia.

Di sisi lain, ada pula orang yang kurang mampu menghafal dan mengingat-ingat pengetahuan yang diperolehnya, tapi ia merasa terlalu bodoh untuk mampu menulis. “Susah,” katanya. Padahal, merasa terlalu bodoh itu jangan-jangan pertanda kemalasan. Emang sih, kalo nulis buat orang lain, kita perlu ketrampilan tersendiri. Tapi, bila nulis buat diri sendiri, bukankah kita gak bakal kesulitan nulis ‘sesuka hati’? Apa susahnya nulis di buku harian, misalnya, “Tentang ciri sok tahu, lihat al-‘Alaq!”?

3. Membanggakan Keluasan Pengetahuan
Orang yang sok tahu membanggakan kepintarannya dengan memamerkan betapa ia banyak membaca, banyak menulis, banyak mendengar, banyak berceramah, dan sebagainya tanpa menyadari bahwa pengetahuan yang ia peroleh itu semuanya berasal dari Allah. Ia mengira, prestasi yang berupa luasnya pengetahuannya ia peroleh berkat kerja kerasnya saja. Padahal, terwujudnya pengetahuan itu pun semuanya atas kehendak-Allah.

Mungkin ia suka meminjam atau membeli buku sebanyak-banyaknya, tetapi membacanya hanya sepintas lalu atau malah hanya memajangnya. Ia merasa punya cukup banyak wawasan tentang banyak hal. Ia tidak merasa terdorong untuk menjadi ahli di bidang tertentu. Kalau ia menjadi muballigh ‘tukang fatwa’, semua pertanyaan ia jawab sendiri langsung walau di luar keahliannya. Ia mungkin bisa menulis atau berbicara sebanyak-banyaknya di banyak bidang, tetapi kurang memperhitungkan kualitasnya.

4. Merendahkan Orang Lain Yang Tidak Sepaham
Bagi orang Islam yang sok tahu, siapa saja yang bertentangan dengan pendapatnya, segera saja ia menuduh mereka telah melakukan bid’ah, sesat, meremehkan agama, dan sebagainya. Bahkan, misalnya, sampai-sampai ia melarang orang-orang lain melakukan amal yang caranya lain walau mereka punya dalil tersendiri. Ia menjadikan dirinya sebagai “Yang Maha Tahu”, terlalu yakin bahwa pasti pandangan dirinyalah satu-satunya yang benar, sedangkan pandangan yang lain pasti salah. Padahal, Allah Swt berfirman: “Janganlah kamu menganggap diri kamu suci; Dia lebih tahu siapa yang memelihara diri dari kejahatan.” (an-Najm [53]: 32)

Muslim yang sok tahu cenderung menganggap kesalahan kecil sebagai dosa besar dan menjadikan dosa itu identik dengan kesesatan dan kekafiran! Lalu atas dasar itu dengan gampangnya ia mengeluarkan ‘vonis hukuman mati’. Padahal, dalam sebuah hadits shahih dari Usamah bin Zaid dikabarkan, “Barangsiapa mengucapkan laa ilaaha illallaah, maka ia telah Islam dan terpelihara jiwa dan hartanya. Andaikan ia mengucapkannya lantaran takut atau hendak berlindung dari tajamnya pedang, maka hak perhitungannya ada pada Allah. Sedang bagi kita cukuplah dengan yang lahiriah.”

5. Menutup Telinga dan Membuang Muka Bila Mendengar Pendapat Lain Orang yang sok tahu tidak memberi peluang untuk berdiskusi dengan orang lain. Kalau toh ia memasuki forum diskusi di suatu situs, misalnya, ia melakukannya bukan untuk mempertimbangkan pendapat yang berbeda dengan pandangan yang selama ini ia anut, melainkan untuk mengumandangkan pendapatnya sendiri. Ia hanya melihat selayang pandang gagasan orang-orang lain, lalu menyerang mereka bila berlainan dengannya. Ia tidak mau tahu bagaimana mereka berhujjah (berargumentasi).

Di samping itu, orang yang sok tahu itu bersikap fanatik pada pendapat golongannya sendiri. Seolah-olah ia berseru, “Adalah hak kami untuk berbicara dan adalah kewajiban kalian untuk mendengarkan. Hak kami menetapkan, kewajiban kalian mengikuti kami. Pendapat kami semuanya benar, pendapat kalian banyak salahnya.” Orang yang terlalu fanatik itu tidak mengakui jalan tengah. Ia menyalahgunakan aksioma, “Yang haq adalah haq, yang bathil adalah bathil.”

6. Suka Menyatakan Pendapat Tanpa Dasar Yang Kuat
Muslim yang sok tahu gemar menyampaikan pendapatnya dengan mengatasnamakan Islam tanpa memeriksa kuat-lemahnya dasar-dasarnya. Ia suka berkata, “Menurut Islam begini…. Islam sudah jelas melarang begitu….” dan sebagainya, padahal yang ia ucapkan sesungguhnya hanyalah, “Menurut saya begini…. Saya melarang keras engkau begitu….” dan seterusnya. Kalau toh ia berkata, “Menurut saya bla bla bla….”, ia hanya mengemukakan opini pribadinya belaka tanpa disertai dalil yang kuat, baik dalil naqli maupun aqli.

7. Suka Berdebat Kusir
Jika pendapatnya dikritik orang lain, orang yang sok tahu itu berusaha keras mempertahankan pandangannya dan balas menyerang balik pengkritiknya. Ia enggan mencari celah-celah kelemahan di dalam pendapatnya sendiri ataupun sisi-sisi kelebihan lawan diskusinya. Sebaliknya, ia tekun mencari-cari kekurangan lawan debatnya dan menonjol-nonjolkan kekuatan pendapatnya. Dengan kata lain, setiap berdiskusi ia bertujuan memenangkan perdebatan, bukan mencari kebenaran.

Demikianlah beberapa ciri orang yang sok tahu menurut surat al-‘Alaq dalam pemahamanku. Dengan mengenali ciri-ciri tersebut, semoga kita masing-masing dapat melakukan introspeksi dan memperbaiki diri sehingga kita tidak menjadi orang yang sok tahu. Aamien.

Aisha Chuang

Sumber: EramuslimKamis, 12 Juni 2003