Suatu saat, kira-kira jam setengah dua dini hari seorang anak saya bangun dari tidurnya. Ia kemudian beranjak dan mengajak adiknya yang masih bayi bercanda, padahal adik nya baru saja tertidur.
Sebagaimana ibunya, saya juga sempat emosi. Hampir-hampir saya tidak dapat mengendalikan emosi, tetapi saya segera tersadar bahwa yang dilakukan oleh anak saya merupakan cerminan dari rasa sayangnya kepada adik. Nah, apa yang terjadi jika saya mencela anak saya ?
Apalagi kalau saya melototi dan menghardiknya keras-keras,iktikad baik itu bisa berubah menjadi kemarahan sehingga anak justru mengembangkan permusuhan kepada adiknya. Ia bisa belajar membenci adiknya.
Apa yang saya ceritakan hanyalah sekedar contoh.tidak jarang anak menampakkan perilaku ‘’negatif’’, padahal ia tidak bermaksud demikian.
Suatu ketika, pulang dari play group anak saya berkata, ‘’bapak kurang ajar.’’ Setelah saya tanya maksudnya, ternyata dia tidak mengerti makna kurang ajar. Ia mengatakan,’’kurang ajar itu ya main-main, sembunyi-sembunyian.’’
Kita sangat mudah keliru manangkap maksud anak. Kita gampang terjebak dengan apa yang kita lihat. Karena nya kita perlu belajar untuk lebih terkendali dalam menilai anak.
Jangan sampai terjadi anak punya maksud baik, tetapi justru mematikan inisiatif-insiatif positifnya. Bahkan andaikan ia memang melakukan tindakan yang negatif, dan ia tahu tindakannya kurang baik, yang kita perlukan hanyalah meluruskan perilakunya saja, bukan mencela dirinya.
Sibuk mencela anak membuat kita lupa untuk bertanya, ‘’kenapa anak saya berbuat demikian ?’’ Di samping itu,celaan pada diri dan bukan pada tindakannya bisa melemahkan citra diri, harga diri dan percaya diri anak. Pada gilirannya, anak memiliki motivasi yang rapuh. Na’udzubillahi min dzalik.
Sebagian kita menyudutkan anak. Misalnya, ‘’kamu kenapa tidak mau mendengar nasihat bapak ? heh ? kamu selalu saja ngeyel.’’
Pada ucapan ini, fokus kemarahan kita adalah anak sebagaimana kita tunjukkan dengan kata kamu. Bukan tindakannya yang salah.
” Eh kakak sayang ya sama adik, mau main sama adik ya, coba deh lihat adiknya lagi tidur, nanti saja ya mainnya kalo adik sudah bangun, sekarang main dulu sama ibu ya “, ini mungkin salah satu cara meluruskan tindakannya yang kurang tepat.